KONSEP DIRI
Konsep Diri
A. KONSEP DIRI ( Self-Concept )
Konsep diri merupakan suatu bagian yang
penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri
merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk
membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Para ahli psikologi kepribadian berusaha
menjelaskan sifat dan fungsi dari konsep diri, sehingga terdapat beberapa
pengertian.Konsep diri (self consept) merupakan
suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian
manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga
dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya.
Para ahli psikologi kepribadian berusaha menjelaskan sifat dan fungsi dari konsep diri, sehingga terdapat beberapa pengertian.Read more: Pengertian Konsep Diri | belajarpsikologi.comKonsep diri (self consept) merupakan
suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian
manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga
dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya.
Para ahli psikologi kepribadian berusaha menjelaskan sifat dan fungsi dari konsep diri, sehingga terdapat beberapa pengertian.Read more: Pengertian Konsep Diri | belajarpsikologi.com
Sebagai
manusia, kita tidak hanya melakukan persepsi terhadap orang lain,
tetapi , juga kita mempersepsi diri kita sendiri. Saat mempersepsi diri
sendiri itu, diri kita menjadi subjek dan objek persepsi sekaligus.
Menurut Charles Horton Cooley, kita melakukannya dengan membayangkan
diri kita sebagai orang lain. Oleh Cooley, gejala ini dinamakannya
looking-glass self (diri cermin), seakan-akan kita menaruh cermin
didepan kita. Mula-mula, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai
penampilan kita. Kemudian, kita akan mengalami perasaan tertentu
mengenai diri kita.B. SUMBER-SUMBER KONSEP DIRI1. Self-EsteemSelf-esteem
(harga diri) adalah penilaian, baik positif atau negative, individu
terhadap diri sendiri. Tingginya self-esteem merujuk pada tingginya
estimasi individu atas nilai, kemampuan, dan kepercayaan yang
dimilikinya. Sedangakan self-esteem yang rendah melibatkan penilaian
yang buruk akan pengalaman masa lalu dan pengharapan yang rendah bagi
pencapaian masa depan.2. Social Evaluation (Penilaian Sosial)Proses
evaluasi social ini termasuk di dalamnya Reflected appraisal (pantulan
penilaian) atau direct feedback (umpan balik langsung)a. Reflected appraisalb. Direct feedbackC. TEORI-TEORI KONSEP DIRI1. Social Comparison (Pembandingan social)Social comparison theory ini dibangun atas empat prinsip dasar, yakni berikut ini:a. Setiap orang memiliki keyakinan tertentu.b. Penting bagi keyakinan kita untuk menjadi benar.c.
Beberapa keyakinan lebih sulit untuk dibuktikan dibanding yang lainnya.
Hal-hal yang tidak bisa dibuktikan secara objektif mungkin dibuktikan
secara subjektif melalui pembuktian bersama (membuat orang lain setuju).d.
Ketika anggota dari kelompok rujukan (refrence group) saling tidak
setuju tentang suatu hal, mereka akan berkomunikasi hingga konflik
tersebut terselesaikan.Menurut social comparison theory, ada kecenderungan-kecenderungan dalam melakukan perbandingan social, yaitu:a. Similarity hypothesis (hipotesis kesamaan)b. Related attributes hypothesis (hipotesis atribut yang berhubungan)c. Downward comparisons (pembandingan ke bawah)d. Consequences of social comparisons (Konsekuensi dari perbandingan social)2. Persepsi diri (Self-Perception)Menurut
Daryl Benn, ketika kita menilai pendapat sendiri maka kita akan
mengambil perilaku kita sebagai petunjuk (clues), daripada menganalisis
diri kita secara mendalam. Proses self-perception melibatkan
pembelajaran tentang diri sendiri dan menempatkan diri pada hal yang
sama ketika kita mencoba memahami orang lain.
Menurut
teori persepsi diri (self-perception) ini terdapat dua macam cara
bagaimana menempatkan diri pada hal yang sama ketika kita mencoba
memahami orang lain, yaitu:a. Self-Attribution (Atribusi Diri)b. Overjustification (Pembenaran yang Berlebih)D. HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN KOMUNIKASIKonsep
diri merupakan factor yang sangat menentukan dalam komunikasi
interpersonal karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai
dengan konsep dirinya (Rakhmat,2003).Kecendurngana
untuk bartingkah laku sesuai konsep diri oleh Jalaludin Rahmat disebut
”nubuat yang dinuhi sendiri”, artinya Anda berprilaku sesuai dengan
konsep diri Anda. Anda berusaha hidup sesuai dengan label yang anda
lekatkan pada diri Anda. Misalnya, apabila Anda merasa memiliki
kamampuan untuk mengatasi persoalan yang menimpa Anda. Sebaliknya,
apabila Anda merasa bodoh, Anda pun akan berprilaku bodoh.Brook dan Emmert (dalam Rakhmat, 2003) menyebutkan ada lima ciri orang yang memiliki konsep diri positif :1. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah.2. Ia merasa setara dengan orang lain.3. Ia menerima pujia tanpa rasa malu.4.
Ia menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan,
dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.5. Ia mampu memperbaiki dirinya karena mengungkapkan kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.Hamachek (dalam Rakhmat,2003) menyebutkan ada sebelas karakteristik orang yang memiliki konsep diri positif:1.
Ia meyakini betul-betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta
bersedia mempertahankannya, walupun menghadapi pendapat kelompok yang
kuat. Namun, ia juga merasa dirinya cukup tangguh untuk mengubah
prinsip-prinsip itu apabila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukan
bahwa ia salah.2.
Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa
bersalah yang berlebih-lebihan atau menyesali tindakannya jika orang
lain tidak menyetujui tindakannya.3.
Ia tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang
akan terjadi besok, apa yang telah terjadi di waktu lalu, dan apa yang
telah terjadi di waktu yang lalu,dan apa yang sedang terjadi di waktu
sekarang4. Ia memiliki keyakinan pada kemampuan untuk mengatasi persoalan. Bahkan ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran.5.
Ia merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau
rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu , latar
belakang keluarga, atu sikap orang lain terhadapnya6.
Ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai
bagi orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai
sahabatnya7. Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati dan menerima penghargaan tanpa rasa bersalah.8. Ia cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.9.
Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai
dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari perasaan
sedih sampai bahagia, dari perasaan kecewa yang mendalam sampai kepuasan
yang mendalam pula.10.
Ia mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang
meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan
atau sekedar mengisi waktu.11.
Ia peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan social yang telah
diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa
bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.Ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri negative:
- 1. Peka terhadap kritik
- 2. Sangat responsive dan antusias terhadap pujian
- 3. Hiperkrtis terhadap orang lain
- 4. Cenderung merasa tidak disenangi orang lain.
KOGNISI SOSIAL TENTANG DIRI
A. PENGERTIAN KOGNISI SOSIAL TENTANG DIRI DAN PENGEMBANGAN DIRI
Willim James, seorang bisa menjadi objek pikirannya sendiri. Inilah
kognisi social. Penjelasan mengenai social cognition (kognisi social)
ini akan memudahkan pemahaman tentang social self.
Self-development kita kebanyakan terbentuk dari interaksi dengan
orang-orang terdekat kita dimasa kanak-kanak. Orang-orang ini menjadi
panutan (role models) bagi kita dalam bertindak, berpikir, dan merasa
tentang diri sendiri. Mereka disebut sebagai significant others, yaitu
orang-orang yang memperngaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan kita.
Konsep significant others ini datang dari George Herbert Mead, yang
diartikan sebagai: orang lain yang sangat penting artinya bagi diri
seseorang, mula-mula, mereka adalah orang tua, pengasuh, kakak atu
kerabat yang tinggal di rumah. Richard Dewey dan .W. J Humber menyebut
dengan affevtive others, yaitu orang lain yang dengan mereka kita
mempunyai ikatan emosional.
Self-cognition bisa terlihat dari self-awareness (Kesadaran Diri) dan self-schemata (bagan diri).
1. Self-awareness (Kesadaran Diri)
Self-awareness (kesadaran diri) merupakan perhatian sesorang yang
terfokus pada diri sendiri, perasaannya, nilai, maksud, dan/atau
evaluasi dari orang lain. Self-awareness membantu kita untuk mengetahui
kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri kita, menyadari bahwa
tingkah laku kita dikendalikan oleh pikiran kita.
Dalam Johari Window dijelaskan bahwa “diri” manusia terbagi atas empat
bagian atu sel (quadran, jendela,bagian). Tiap-tiap sel itu mewakili
bagian “diri” (self) yang berbeda-beda.
*Kuadran 1 (Open)* ini buat perilaku, perasaan, dan motivasi yang
diketahui oleh diri kita sendiri dan orang lain. Karena sama-sama mengetahui maka namanya open.
*Kuadran 2 (Blind)* ini buat perilaku, perasaan, dan motivasi yang
diketahui oleh orang lain, tetapi tidak diketahui oleh diri kita
sendiri. Karena orang lain tau, namun kita sendiri tidak menyadari, maka
namanya blind. Karena kita seperti buta dengan apa yang kita lakukan
dan sifat apa yg ada di diri kita.
*Kuadran 3 (Hidden)*ini buat perilaku, perasaan, dan motivasi yang
diketahui oleh diri kita sendiri, tetapi tidak diketahui oleh orang
lain. Karena hanay kita yang tau, rasanya seperti kita merahasiakannya
untuk diri kita sendiri.
*Kuadran 4 (Unknown)* ini buat perilaku, perasaan, dan motivasi yang
tidak diketahui, baik oleh diri kita sendiri ataupun oleh orang lain.
Jelas karena odiri sendiri tidak tau, orang lain pun tidak tau, maka
cocok lah jika ini disebut unknown atau misteri.
De Vito menyebutkan lima hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan self-awareness:
1. Bertanya tentang diri kepada diri sendiri. Self-talk (berbicara
dengan diri sendiri), melakukan monolog dengan diri sendiri adalah salah
satu cara mengetahui tentang diri kita pada dan giliranya meningkatkan
kesadaran diri.
2. Mendengarkan orang lain. Mendapat feedback dari orang lain dalam
komunikasi interpersonal adalah hal yang membuat kita mendapatkan
self-knowledge (pengetahuan tentang diri). Ini akan meningkatkan
self-awareness kta.
3. Secara aktif mencari informasi tentang diri sendiri. Tindakan ini
akan memperkecil wilayah blind-self kita sekaligus meningkatkan
self-awareness kita.
4. Melihat diri kita dari sisi yang lain. Setiap orang memiliki
pandangan sendiri tentang kita. Mencoba melihat dari sudut pandang
orang-orang lain mengenai kita akan membantu kita untuk menambah
kesadaran tentang diri kita sendiri.
5. Meningkatkan open-self. Dengan meluaskan wilayah terbuka pada diri
kita berarti kita mengurangi wilayah hidden-self. Ini berarti juga kita
membuka diri (melakukan self-diclosure) kepada orang lain. Membuka diri
akan memberikan pengetahuan tentang diri dan meningkatkan kesadaran
diri.
2. Self-Schemata (Skema Diri)
Skemata merupakan kategorisasi gagasan mengenai stimuli yang
dikembangkan oleh diri sendiri. Oleh karena itu, self-schemata adalah
seperangkat susunan self-generalizations (hal-hal yang umum) dari diri
seseorang, yang didapat dari penilaian yang dilakukan sendiri atau orang
lain. Self-schemata mempengaruhi bagaimana Anda memperhatikan atau
mengingat informasi dan kesempatan tentang diri sendiri.
B. SELF MOTIVATION (MOTIVASI DIRI)
Menurut Weber, motivasi diri dapat dilihat dalam tiga hal: self-consistenct, self-enchacement, dan self-control.
1. Self-Consistency (konsistensi Diri)
Ketika self-concept seseorang menemui tantangan maka orang itu biasanya
akan menguatkan penilaian dirinya sendiri, daripada memikirkan kembali
pertentangan yang terjadi.
Bentuk penting dari self-motivation melibatkan rasionalitas kita tentang
perilaku kita. Meskipun setiap orang mampu berlogika, tetapi tidak
setiap perilaku mempunyai logika
yang baik sebelum dilakukan. Ketika dilakukan, perilaku tersebut baru
dirasionalkan. Mendukung sebuah perilaku setelah perilaku tersebut
dilakukan melibatkan proses self-justification. Self-justification
adalah pendorong yang kuat bagi perubahan sikap. Hal ini terjadi pada
beberapa kasus cognitive dissonance, sebuah pengalaman ketegangan ketika
elemen-elemen kognisi bertentangan.
Leon Festinger mengidentifikasikan dua keadaan yang menimbulkan
kebutuhan akan pembenaran diri ini, yaitu insufficient justification,
dan decision making (pembuatan keputusan).
2. Self-Enchancement (Peningkatan Diri)
Self-motivation yang besar adalah perlindungan dan pertahanan akan
self-esteem (harga diri). Dikatakan bahwa banyak orang yang menderita
karena self-esteem yang rendah. Teori kepribadian humanistic (humanistic
personality theories) menyebutkan bahayanya evaluasi negative atas diri
seseorang. Beberapa kecenderunagan self-enchacement terjadi melalui
proses yang telah disebutkan, seperti donward comparisons, meyakinkan
diri atas kelebihannya dari orang lain atau self-justifiction, untuk
merasionalisasikan perilaku yang bertentangan dengan diri.
Self-motivation yang besar adalah perlindungan dan pertahanan akan
self-esteem (harga diri). Dikatakan bahwa banyak orang yang menderita
karena self-esteem yang rendah. Teori kepribadian humanistic (humanistic
personality theories) menyebutkan bahayanya evaluasi negative atas diri
seseorang. Beberapa kecenderunagan self-enchacement terjadi melalui
proses yang telah disebutkan, seperti donward comparisons, meyakinkan
diri atas kelebihannya dari orang lain atau self-justifiction, untuk
merasionalisasikan perilaku yang bertentangan dengan diri.
Diluar itu ada bentuk-bentuk lain self-enchacement, yaitu self-serving processes dan self-presentation processes.
a. Self-serving processes
Proses ini umumnya melibatkan tiga bentuk kognisi social yang diaplikasikan pada perlindungan terhadap self-esteem, yaitu:
1) Egocentric Bias (Bias Egosentris)
Egosentris atau pemusatan diri (self-conteredness) bisa membuat
pengolahan dan pengingatan informasi menjadi bias. Ketika terpengaruh
oleh bias egosentris, seseorang mengingat dengan lebih baik informasi
yang relevan baginya. Salah satu bentuk bias egosentris dalam suatu
hubungan adalah mnyatakan kontribusi dirinya lebih banyak dibanding yang
lain.
2) False Comparison Effects (Efek Perbandingan Palsu)
Seperti telah di jelaskan, social comparison penting bagi perkembangan
self-concept seseorang. Social comparison menimbulkan efek bagi
penilalian dari perilaku positif atau negative seseorang.
3) Beneffectance
Proses self-serving yang lain terjadi ketika mengambil kesimpulan
tentang diri dari tindakan yang kita lakukan. Kecenderungan untuk
mengedepankan hal-hal baik dari kesuksesan kita dan menjauhkan kegagalan
kita disebut dengan beneffectance. Benefectance adalah bias dalam
atribusi.
b. Self-Presentation (Penyajian Diri)
Banyak kognisi diri dimotivasi oleh perhatian terhadap penyajian diri
(self-presentation). Terdapat tiga proses self-presentation:
1) Impression management
Dalam berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang lain, kita bukan
hanya menyampaikan atau menerima pesan, tetapi juga melakukan pengolahan
kesan (impression management). Konsep ini datang dari sosiolog Erving
Goffman. Ia mengatakan bahwa seseorang “tampil” di hadapan orang lain
untuk mendapatkan kesan tertentu. Manusia secara sengaja menampilkan
diri (self-presentation) seperti yang ia kehendaki. Peralatan lengkap
yang ia gunakan untuk menampilkan diri ini disebut front. Front terdiri
dari panggung (setting), penampilan (appearance), dan gaya bertingkah
laku (manner).
2) Social accounting
social accounting untuk meyakinkan mereka. Salah satu bentuk social
accounting adalah mimic muka, termasuk terlihat malu ketika kita
terlibat dalam kesalahan atau tersenyum ketika melakukan kontak mata
dengan orang lain. Bentuk lainnya adalah membuat excuses (alasan).
3) Self-Monitoring (Pengawasan Diri)
Self-monitoring yaitu pengawasan
terhadap tindakan kita guna mencapai tujuan tertentu. Melalui
pengawasan ini kita melakukan penyesuaian-penyesuaian atas
tindakan-tindakan yang dilakukan atau hendak dilakukan. Ahli psikologi
social menyebutkan dimensi ini dapat menyebabkan orang terlihat berbeda .
Pada suatu keadaan, seseorang akan mempunyai self-monitoring yang
tinggi terhadap situasi sosialnya dan berperilaku selayaknya. Ini
disebut dengan high self-monitoring. High self-monitoring memberi
perhatian lebih pada orang lain, melihat dan menaggapi orang lain untuk
menyenangkan mereka. Mereka mengatakan hal-hal yang mereka pikir orang
lain mau dengar atau memberi pendapat untuk menyenangkan orang lain.
Sebaliknya, orang dengan low self-monitoring berperilaku konsisten pada
situasi apapun, yaitu dengan mempertahankan nilai-nilai mereka, dan
mengarahkan perilaku dengna prinsip yang dimiliki, bukna karena alasan
pragmatis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar